“pemuda itu lagi. Hmm..” gumamku. Aku sedang asyik menorehkan cat air
di atas kanvas ketika kulihat seorang pemuda tinggi semampai sedang
berdiri di ujung tebing sana. Tempatku disini, di sebuah hamparan luas
yang di penuhi bunga mawar. Tempat dimana aku bergelut dengan
lukisan-lukisanku yang sarat akan makna. Dimana aku bisa menemukan
ketenangan dari riuh keramaian di luar sana. Dan tempat dimana aku bis
melukis wajah cinta.
Semua bermula dari pagi yang mendung diselebungi oleh awan yang
keabu-abuan dengan sentuhan sang bayu yang menyejukkan. Aku melihatnya
dengan tatapan kosong yang membuat pikiranku diserbu oleh ribuan tanda
Tanya. Pertanyaan untuk seseorang yang selalu ada ketika aku berada
disini. Aku kembali dengan lukisanku, kutorehkan kembali warna-warna
redup di atas kanvas. Sesekali kulirik pemuda itu dari balik kanvas, dia
terlihat masih berdiri. Namun saat ini berbeda, dia terlihat sedang
memegang sesuatu dan sesekali dia memeluk benda pipih yang dipegangnya
itu. Seperti sebuah foto. Entah potret siapa yang sedang dia pegang saat
ini.
Kuseruput botol minuman yang kubawa tadi untuk menghilang dahaga ini.
Rasa penasaranku semakin tak terbendung lagi. Semakin lama semakin
mengguncang perasaan untuk segera tau akan pemuda itu. Kuletakkan
kembali botol minumanku dan segera kuhampiri dia. Dengan langkah pelan,
aku menghampirinya dengan segenap perasaan takut bercampur dengan rasa
penasaran. Tanpa kusangka, tiba-tiba dia menoleh padaku. Rupanya dia tau
keberadaanku. ‘oh Tuhan’ gumamku terkejut saat melihat matanya. Sorot
mata itu seperti tak asing lagi di mataku. Teduh dan hangat.
Rasanya aku ingin berbalik arah dan kembali dengan lukisanku. Namun
kakiku seperti ada yang menahan. Kukerahkan seluruh tenaga untuk
berbalik. Tapi sebuah suara tiba-tiba menghentikan langkahku “tanpa kau
sadari, aku selalu ada. Aku sengaja memperlihatkan wujudku agar kau
sedikit tau tentangku” suara itu terdengar lirih. Aku bergetar dan
kubalik kembali tubuhku menghadap dia. Jantungku semakin bergetar hebat,
berdegup tak seperti biasanya. “si..siapa…kau?” tanyaku, terbata-bata.
Perlahan dia mendekatiku. Dia menyerahkan benda yang ada ditangannya.
Aku pun menerimanya dan melihat potret sepasang kekasih yang sedang
tersenyum. aku memperhatikannya dengan seksama, potret gadis yang ada di
foto itu sangat mirip denganku. Iya, itu aku. Dan pemuda yang di
sebelahnya adalah pemuda yang tengah berdiri di hadapanku ini.
“jelaskan, apa maksud semua ini!” aku menatap pemuda itu. Dia memberikan
seulas senyuman yang sangat kurindukan selama ini namun tak dapat ku
kenali. Lalu dia mengeluarkan sebuah cincin dari sakunya dan
memberikannya kepadaku. “hari itu adalah hari pertunanganku dengan gadis
itu, gadis yang sangat kucintai. Namun kenyataan berkata lain, di
tengah perjalanan menuju rumah tempat kami bertunangan dia mengalami
kecelakaan dan divonis mengidap amnesia. Sampai sekarang dia masih dalam
kondisinya yang menyedihkan itu, tapi aku tetap ingin menunggunya
hingga dia bisa ingat semuanya. Karena aku yakin, cinta yang kami rajut
selama ini kelak akan menolong kami dalam keadaan apapun. Tanpa dia
sadari, aku selalu menjaganya dari tempat ini. Aku tau, setiap pagi dia
akan berada disini dengan kanvas dan alat-alat lukisnya. Meskipun dia
tak pernah tau, aku bersyukur bisa menjelaskan semua ini kepadanya
sekarang, di tempat ini dan dihadapannya.” Pemuda itu menggenggam
tangannya dan tertunduk. Kulihat dia sedang meneteskan air mata. Kuraih
kedua tangannya dan dia segera mengangkat wajahnya. Aku menatapnya
dengan berderai air mata. Aku tak dapat membendung perasaan indah ini.
Ternyata dia masih setia menungguku dalam pengujian ini. “setiap pagi,
aku tau bahwa selalu ada pemuda tampan yang selalu menjagaku dari sini.
Dan tanpa dia sadari aku pun selalu memperhatikannya. Dan tanpa dia
sadari pula, sebenarnya dia sedang dalam masa pengujian . dan dia
berhasil. Selamat, saying. “aku masih dengan deraian air mata yang tak
dapat dibendung ini. Air mukanya terlihat terkejut. “na..nana, apa ini
sungguhan? Kau..” dia memelukku erat dan kubalas pelukan itu. “uki, aku
bersyukur memilikimu. Pemuda setia yang rela menghabiskan waktunya hanya
demi gadis sepertiku”.
“nana..jadi selama ini, kau sudah ingat dengan semuanya? Begitu?”
Tanya uki degan wajah penasaran. “iya, maafkan aku. Aku hanya ingin tau
seberapa besar cintamu kepadaku.” Jawabku. Dia kembali memelukku “jangan
Tanyakan seberapa besar cintaku, nana. Karena kamu lebih besar artinya
dibandingkan perasaan cinta itu.”
Sungguh saat itu kerinduan yang selama ini kupendam akhirnya bisa
kutumpahkan dalam pelukannya. Dan aku menggadeng tangannya menuju
lukisanku yang masih setengah pengerjaannya. Dan kami pun menyelesaikan
lukisan itu bersama-sama. Kami berdua melukis wajah cinta yang lama
terpisah. lukisan cinta yang belum sempurna itu kini akan segera kami
sempurnakan.
Bunga-bunga mawar menebarkan aromanya seolah turut berbahagia menyambut kedatangan cinta kami berdua.
No comments:
Post a Comment