Thursday 29 March 2012

Lukisan Cinta itu Belum Sempurna

“pemuda itu lagi. Hmm..” gumamku. Aku sedang asyik menorehkan cat air di atas kanvas ketika kulihat seorang pemuda tinggi semampai sedang berdiri di ujung tebing sana. Tempatku disini, di sebuah hamparan luas yang di penuhi bunga mawar. Tempat dimana aku bergelut dengan lukisan-lukisanku yang sarat akan makna. Dimana aku bisa menemukan ketenangan dari riuh keramaian di luar sana. Dan tempat dimana aku bis melukis wajah cinta.
Semua bermula dari pagi yang mendung diselebungi oleh awan yang keabu-abuan dengan sentuhan sang bayu yang menyejukkan. Aku melihatnya dengan tatapan kosong yang membuat pikiranku diserbu oleh ribuan tanda Tanya. Pertanyaan untuk seseorang yang selalu ada ketika aku berada disini. Aku kembali dengan lukisanku, kutorehkan kembali warna-warna redup di atas kanvas. Sesekali kulirik pemuda itu dari balik kanvas, dia terlihat masih berdiri. Namun saat ini berbeda, dia terlihat sedang memegang sesuatu dan sesekali dia memeluk benda pipih yang dipegangnya itu. Seperti sebuah foto. Entah potret siapa yang sedang dia pegang saat ini.
Kuseruput botol minuman yang kubawa tadi untuk menghilang dahaga ini. Rasa penasaranku semakin tak terbendung lagi. Semakin lama semakin mengguncang perasaan untuk segera tau akan pemuda itu. Kuletakkan kembali botol minumanku dan segera kuhampiri dia. Dengan langkah pelan, aku menghampirinya dengan segenap perasaan takut bercampur dengan rasa penasaran. Tanpa kusangka, tiba-tiba dia menoleh padaku. Rupanya dia tau keberadaanku. ‘oh Tuhan’ gumamku terkejut saat melihat matanya. Sorot mata itu seperti tak asing lagi di mataku. Teduh dan hangat.
Rasanya aku ingin berbalik arah dan kembali dengan lukisanku. Namun kakiku seperti ada yang menahan. Kukerahkan seluruh tenaga untuk berbalik. Tapi sebuah suara tiba-tiba menghentikan langkahku “tanpa kau sadari, aku selalu ada. Aku sengaja memperlihatkan wujudku agar kau sedikit tau tentangku” suara itu terdengar lirih. Aku bergetar dan kubalik kembali tubuhku menghadap dia. Jantungku semakin bergetar hebat, berdegup tak seperti biasanya. “si..siapa…kau?” tanyaku, terbata-bata. Perlahan dia mendekatiku. Dia menyerahkan benda yang ada ditangannya. Aku pun menerimanya dan melihat potret sepasang kekasih yang sedang tersenyum. aku memperhatikannya dengan seksama, potret gadis yang ada di foto itu sangat mirip denganku. Iya, itu aku. Dan pemuda yang di sebelahnya adalah pemuda yang tengah berdiri di hadapanku ini. “jelaskan, apa maksud semua ini!” aku menatap pemuda itu. Dia memberikan seulas senyuman yang sangat kurindukan selama ini namun tak dapat ku kenali. Lalu dia mengeluarkan sebuah cincin dari sakunya dan memberikannya kepadaku. “hari itu adalah hari pertunanganku dengan gadis itu, gadis yang sangat kucintai. Namun kenyataan berkata lain,  di tengah perjalanan menuju rumah tempat kami bertunangan dia mengalami kecelakaan dan divonis mengidap amnesia. Sampai sekarang dia masih dalam kondisinya yang menyedihkan itu, tapi aku tetap ingin menunggunya hingga dia bisa ingat semuanya. Karena aku yakin, cinta yang kami rajut selama ini kelak akan menolong kami dalam keadaan apapun. Tanpa dia sadari, aku selalu menjaganya dari tempat ini. Aku tau, setiap pagi dia akan berada disini dengan kanvas dan alat-alat lukisnya. Meskipun dia tak pernah tau, aku bersyukur bisa menjelaskan semua ini kepadanya sekarang, di tempat ini dan dihadapannya.” Pemuda itu menggenggam tangannya dan tertunduk. Kulihat dia sedang meneteskan air mata. Kuraih kedua tangannya dan dia segera mengangkat wajahnya. Aku menatapnya dengan berderai air mata. Aku tak dapat membendung perasaan indah ini. Ternyata dia masih setia menungguku dalam pengujian ini. “setiap pagi, aku tau bahwa selalu ada pemuda tampan yang selalu menjagaku dari sini. Dan tanpa dia sadari aku pun selalu memperhatikannya. Dan tanpa dia sadari pula, sebenarnya dia sedang dalam masa pengujian . dan dia berhasil. Selamat, saying. “aku masih dengan deraian air mata yang tak dapat dibendung ini. Air mukanya terlihat terkejut. “na..nana, apa ini sungguhan? Kau..” dia memelukku erat dan kubalas pelukan itu. “uki, aku bersyukur memilikimu. Pemuda setia yang rela menghabiskan waktunya hanya demi gadis sepertiku”.
“nana..jadi selama ini, kau sudah ingat dengan semuanya? Begitu?” Tanya uki degan wajah penasaran. “iya, maafkan aku. Aku hanya ingin tau seberapa besar cintamu kepadaku.” Jawabku. Dia kembali memelukku “jangan Tanyakan seberapa besar cintaku, nana. Karena kamu lebih besar artinya dibandingkan perasaan cinta itu.”
Sungguh saat itu kerinduan yang selama ini kupendam akhirnya bisa kutumpahkan dalam pelukannya. Dan aku menggadeng tangannya menuju lukisanku yang masih setengah pengerjaannya. Dan kami pun menyelesaikan lukisan itu bersama-sama. Kami berdua melukis wajah cinta yang lama terpisah. lukisan cinta yang belum sempurna itu kini akan segera kami sempurnakan.
Bunga-bunga mawar menebarkan aromanya seolah turut berbahagia menyambut kedatangan cinta kami berdua.

No comments:

Post a Comment